Karena itulah ia berangkat ke Bagdad, ke Istana Harun al-Rasyid; ia pun berjalan tanpa berhenti kecuali kalau makan beberapa butir kurma. Haris membawa dua kantong kulit kambing penuh berisi air: satu untuk dirinya sendiri, yang lain untuk Sang Kalifah. Beberapa hari kemudian, ia mencapai Bagdad, dan langsung menuju istana. Para penjaga istana mendengarkan kisahnya dan hanya karena begitulah aturan di istana mereka membawa Haris ke hadapan Raja. "Pemimpin Kaum yang Setia," kata Haris, "Hamba seorang Badawi miskin, dan mengetahui segala macam air di padang pasir, meskipun mungkin hanya mengetahui sedikit tentang hal-hal lain. Hamba baru saja menemukan Air Sorga ini, dan menyadari bahwa ini merupakan hadiah yang sesuai untuk Tuan, hamba pun segera membawanya kemari sebagai persembahan."
Harun Sang Terus terang mencicipi air itu dan, karena ia sepenuhnya memahami rakyatnya, diperintahkannya para penjaga membawa pergi Haris dan mengurungnya di suatu tempat sampai ia mengambil keputusan. Kemudian dipanggilnya kepala penjaga, katanya, "Apa yang bagi kita sama sekali tak berguna, baginya berarti segala-galanya. Oleh karena itu bawalah ia pergi dari istana pada malam hari. Jangan sampai ia melihat Sungai Tigris yang perkasa itu. Kawal orang itu sepanjang perjalanan menuju tendanya tanpa memberinya kesempatan mencicipi air segar. Kemudian berilah ia seribu mata uang emas dan terima kasihku untuk persembahannya itu. Katakan bahwa ia adalah penjaga air sorga, dan bahwa atas namaku ia boleh membagikan air itu kepada kafilah yang lalu, tanpa pungutan apapun.
Catatan
Kisah ini juga dikenal sebagai "Kisah tentang Dua Dunia." Kisah ini disampaikan oleh Abu al-Atahiya dan suku Aniza (sezaman dengan Harun al-Rasyid dan pendiri Darwis Mashkara ('Suka Ria') yang namanya di abadikan dalam istilah Mascara dalam bahasa-bahasa Barat. Pengikutnya tersebar sampai Spanyol, Perancis. dan negeri-negeri lain. Al-Atahiya disebut sebagai "Bapak puisi suci Sastra Arab." Ia meninggal tahun 828.