Ibu Ani pun menceritakan kepada terapis Klinik di Jakarta, Pak Edwin mengenai “concern” nya dan dia berharap, kami bisa membantu menyembuhkan Dewi dari latahnya. Singkat cerita, Dewi pun di terapi, semua berjalan dengan baik, dan latahnya pun sudah berangsur membaik dalam terapi awal.
Namun ketika di sebutkan satu kata “kontrol diri”, tiba2 saja Dewi membeku dan seperti orang yang membatu ia diam seribu bahasa dan tidak mau berkata apa2 … Matanya tidak berkedip sama sekali, tubuhnya kaku … seperti tampak kengerian di matanya, seolah2 dia berada pada suatu masa dimana hanya dia yang tau ceritanya. Dibangunkan berkali2, diguncang2 dipanggil namanya, ia tidak bereaksi sama sekali, dan bukan untuk waktu singkat, tapi untuk waktu yang cukup lama.
Akhirnya dilakukan terapi untuk “membangunkan” Dewi supaya kami bisa membantu dia lepas dari himpitan emosi yang dia alami ….
Singkat cerita, dia berkata sepatah2 bahwa dia pernah di perkosa dua kali, dia pernah dipaksa untuk melucuti pakaiannya satu persatu dihadapan majikannya dan keluarga, dan berdiri tanpa sehelai bajupun melekat ditubuhnya. Ia sungguh2 merasa dihina, ditertawakan, dipermalukan, diperlakukan seperti binatang, tidak mempunyai kontrol diri. Maka ketika kami menyebutkan “kontrol diri” itu seperti suatu penyulut meledakkan ribuan emosi yang dia pendam selama ini dengan baik selama beberapa tahun …
Ia sudah memohon, menangis, namun majikannya seolah2 tidak perduli atas sakit hati dan malu yang dialami oleh Dewi … bayangkan sahabat, di usia nya yang masih muda, ia harus mengalami hal seperti ini. Sungguh keji …
Setelah ia bercerita, ia menangis, menjerit, berteriak, mengamuk, melempar, seakan2 yang dia pendam selama ini berlomba untuk dikeluarkan, seakan2 semua himpitan yang ada di dalam, seperti bom waktu, meledak tanpa bisa dikontrol … ruangan pun hiruk pikuk karena amukan Dewi. Entah darimana ia mendapatkan kekuatan untuk menjungkirbalikan barang2 yang ada.
Akhirnya ia dibawa oleh Pak Edwin ke ruangan lain karena ruangan yang dipakai untuk terapi sudah berantakan dengan pecahan gelas dimana2.
Secara perlahan, ia di terapi oleh Pak Edwin, dan diarahkan untuk dapat melepaskan emosi yang menghambatnya, segala emosi yang terpendam di dalamnya. Singkat cerita ia pun tenang kembali, ia mengikuti proses terapi dan Thank GOD, semua diperlancar, Dewi merasa jauh lebih rileks, latahnya pun sembuh total. Dia memiliki kontrol diri kembali, dia merasa seperti ada kedamaian dalam dirinya. Dan ia mau mengampuni orang-orang yang telah melakukan hal2 yang tidak sepantasnya pada dirinya. Ia mau melepaskan “borgol” emosi yang selama ini menahannya untuk lepas bebas.
Walaupun di sisi lain dia agak takut dimarahi majikannya karena ia mengamuk dan menghancurkan barang2 yang ada Namun, Ibu Ani adalah seorang yang sungguh luar biasa, memiliki kepekaan untuk menolong semua orang tanpa pandang bulu.
RENUNGAN:
Dear All, cerita Dewi diatas bisa terjadi pada siapapun … masing2 dari kita pasti pernah mengalami satu atau lebih kejadian yang membuat kita terluka secara psikis, membuat kita lelah, membuat kita takut, membuat kita tidak berarti, membuat kita menangis, dsb. Namun hal tersebut kita pendam dengan berbagai alasan. Ada juga yang meledakkannya dengan marah2, berteriak, berolahraga ekstrim, dsb. Ada juga yang berkata bahwa “Waktu akan menyembuhkan” sehingga kita membiarkan emosi tersebut tinggal di dalam kita.
Tapi yang tidak kita sadari adalah, emosi tersebut kita tidak tuntaskan … dan seperti bom waktu yang ditanam, hanya tinggal tunggu waktunya saja sampai meledak. Dan pada saat meledak, biasanya kerusakan yang terjadi jauh lebih besar … Jangan sampai kita menyakiti orang lain, karena kita terlebih dahulu disakiti; Jangan sampai kita mengorbankan orang2 yang kita cintai, hanya karena kita tidak mau mengakui bahwa ada sesuatu yang harus dibereskan dalam diri saya … Mengakui anda baik2 saja, tidak berarti anda baik2 saja … Apa yang terlihat di permukaan hanya 12%, yang tidak terlihat adalah 88% …
Apakah ini yang Anda pilih untuk terjadi pada kehidupan Anda? The choice is yours to make … ACTION bukan sekedar menyadari saja …