Dalam suatu penikahan, bukanlah hanya sekedar tanda pengikat dua insan manusia yang saling mencintai, tapi lebih dari itu di dalam jalinannya menciptakan, menumbuhkan, mengharmoniskan keluarga sangatlah penting bagi setiap pasangan suami-istri yang telah berkeluarga untuk bisa memelihara keutuhan rumah tangga dan keluarga yang telah dijalin.
Keharmonisan dalam suatu keluarga sangatlah berpengaruh dalam setiap kebutuhan keluarga, kasih sayang dan rasa tanggungjawab. Karena jika hal tersebut telah retak maka sifat emosional dalam diri masing-masing akan mendorong pertengkaran dalam keluarga. Keluarga yang bahagia semua sangat mirip, sedangkan keluarga yang tidak bahagia memiliki kemalangannya sendiri. Prinsip yang mudah untuk memahaminya adalah terdapat seribu satu macam perbedaan antar kemalangan.
Namun di manakah kebahagiaan keluarga yang harmonis itu ?
Sukacita dan kebahagiaan suami maupun istri, masing-masing sudah ditakdirkan. Dalam menggapai kebahagiaan, seseorang memiliki pola beraneka ragam dan banyak perubahan, namun bila dicermati lebih lanjut terdapat ciri yang sama, yaitu puas dengan apa yang telah dicapai dan menerima dengan ikhlas nasibnya!
Dengan mengembangkan sepasang mata yang tajam dan mampu untuk memahami dengan jelas pola berkumpul dan bercerainya makhluk dunia, maka kita telah memperoleh kejernihan dan kebijakan untuk menanggapi serta memahami suka duka hidup manusia. Sehingga kita tidak memerlukan komentar yang tidak bertanggung jawab dan petunjuk dari orang lain lagi.
Hidup bersama sampai usia tua, asalkan mau saling berkorban dan bersedia mengalah untuk kepentingan bersama juga merupakan kebahagiaan ! Suatu pagi, gerimis telah mengganggu rutinitas sehari-hari ayah ibu. Mereka berdua belum berangkat berolahraga, malah berceloteh di luar rumah seperti sedang berdiskusi dengan suasana yang cukup hangat. Ketika selesai berkemas dan siap berangkat ke kantor, tak terduga menemukan mereka berdua duduk di depan tangga di bawah atap beranda sedang membicarakan urusan rumah.
Mereka asyik membicarakan perancah yang baru dibangun di kebun halaman dan kondisi pertumbuhan buah-buahan dan bunga. Tampaknya terdapat perselisihan, namun nada bicaranya tidak kasar juga tidak lembut, intonasinya juga tidak marah atau berapi-api. Sangat berbeda dengan perselisihan sehari-hari, sehingga yang terlihat ini membuat orang tersenyum dan diam-diam merasa senang.
Mereka menikah sudah hampir setengah abad. Dalam urusan dunia fana, mereka sudah mempunyai prosedur dan irama unik sendiri dalam menanggung dan menghadapinya, tidak memerlukan campur tangan orang ketiga. Peribahasa mengatakan, “Berselisih di kepala ranjang dan berbaikan di ekornya.” Dapat hidup bersama sampai usia tua juga merupakan kebahagiaan.
Saat makan malam, terdengar dering telepon yang tidak sabaran, seolah mengisyaratkan gelora perasaan penelepon. Ternyata berita gembira dari bibi. Cucu perempuannya yang baru lulus kuliah, setelah melalui ujian beruntun berhasil menyisihkan ratusan pesaing lain. Dia terpilih mendapatkan posisi pramugari.
Ibu tersenyum penuh kegembiraan, berulang menganggukkan kepala. Mungkin kakak beradik dalam usia tua ini memiliki empati dan merasakan kebanggaan bersama. Suami bibi telah meninggal karena sakit pada usia produktif. Bibi menjanda selama tiga puluh tahun, seorang diri membesarkan tiga anaknya hingga dewasa, dapat dikatakan telah merasakan pahit getirnya hidup.
Separuh hidupnya bekerja keras, memotivasi diri dan hidup berhemat dalam menopang rumah tangganya. Dengan susah payah membesarkan anak-anaknya, hingga akhirnya mereka bisa membina keluarga sendiri.
Sekarang pahit getir hidup sudah berlalu datanglah kenikmatan hidup. Anak cucu yang penuh rasa bakti, hidup mengitarinya, bersama menikmati kebahagiaan keluarga tersebut. Ini kebahagiaan dunia yang tertinggi, sukacita yang datang pada usia senja, bernilai sempurna, bersedia berkorban dan penuh dedikasi juga merupakan kebahagiaan.
Minggu pagi, kami mencuci mobil di halaman rumput, berjumpa dengan pasangan tetangga yang baru pulang dari bepergian. Setelah saling menyapa, mereka mengatakan setelah pergi mendaki gunung dan berolahraga, aliran darah terasa lebih lancar, seluruh tubuh serasa lebih nyaman, sehingga sangat menganjurkan untuk sering berolahraga saat ada kesempatan.
Melihat wajah mereka yang berseri-seri dan energik, pantas menjadi promotor olahraga. Terkenang, mereka berdua sudah berusia 50 tahun lebih merupakan pasangan yang dulunya sering bertengkar. Pada usia 18 tahun sang pemuda sudah berpacaran dengan pasangannya yang lebih tua dan kemudian segera menikah. Mereka telah mengalami banyak suka duka berumah tangga.
Sang suami selalu impulsif, mudah marah, untungnya sang istri selalu bersikap lembut, toleran, dan sekarang karirnya cukup sukses. Kini mereka telah menjadi kakek dan nenek, meskipun terkadang masih terdengar kekasaran sang suami, tapi reaksi istrinya selama puluhan tahun ini tetap sama, tanpa kebencian juga tidak ada penyesalan, bersedia mengalah untuk kepentingan bersama, juga merupakan kebahagiaan.
Keharmonisan dalam suatu keluarga sangatlah berpengaruh dalam setiap kebutuhan keluarga, kasih sayang dan rasa tanggungjawab. Karena jika hal tersebut telah retak maka sifat emosional dalam diri masing-masing akan mendorong pertengkaran dalam keluarga. Keluarga yang bahagia semua sangat mirip, sedangkan keluarga yang tidak bahagia memiliki kemalangannya sendiri. Prinsip yang mudah untuk memahaminya adalah terdapat seribu satu macam perbedaan antar kemalangan.
Namun di manakah kebahagiaan keluarga yang harmonis itu ?
Sukacita dan kebahagiaan suami maupun istri, masing-masing sudah ditakdirkan. Dalam menggapai kebahagiaan, seseorang memiliki pola beraneka ragam dan banyak perubahan, namun bila dicermati lebih lanjut terdapat ciri yang sama, yaitu puas dengan apa yang telah dicapai dan menerima dengan ikhlas nasibnya!
Dengan mengembangkan sepasang mata yang tajam dan mampu untuk memahami dengan jelas pola berkumpul dan bercerainya makhluk dunia, maka kita telah memperoleh kejernihan dan kebijakan untuk menanggapi serta memahami suka duka hidup manusia. Sehingga kita tidak memerlukan komentar yang tidak bertanggung jawab dan petunjuk dari orang lain lagi.
Hidup bersama sampai usia tua, asalkan mau saling berkorban dan bersedia mengalah untuk kepentingan bersama juga merupakan kebahagiaan ! Suatu pagi, gerimis telah mengganggu rutinitas sehari-hari ayah ibu. Mereka berdua belum berangkat berolahraga, malah berceloteh di luar rumah seperti sedang berdiskusi dengan suasana yang cukup hangat. Ketika selesai berkemas dan siap berangkat ke kantor, tak terduga menemukan mereka berdua duduk di depan tangga di bawah atap beranda sedang membicarakan urusan rumah.
Mereka asyik membicarakan perancah yang baru dibangun di kebun halaman dan kondisi pertumbuhan buah-buahan dan bunga. Tampaknya terdapat perselisihan, namun nada bicaranya tidak kasar juga tidak lembut, intonasinya juga tidak marah atau berapi-api. Sangat berbeda dengan perselisihan sehari-hari, sehingga yang terlihat ini membuat orang tersenyum dan diam-diam merasa senang.
Mereka menikah sudah hampir setengah abad. Dalam urusan dunia fana, mereka sudah mempunyai prosedur dan irama unik sendiri dalam menanggung dan menghadapinya, tidak memerlukan campur tangan orang ketiga. Peribahasa mengatakan, “Berselisih di kepala ranjang dan berbaikan di ekornya.” Dapat hidup bersama sampai usia tua juga merupakan kebahagiaan.
Saat makan malam, terdengar dering telepon yang tidak sabaran, seolah mengisyaratkan gelora perasaan penelepon. Ternyata berita gembira dari bibi. Cucu perempuannya yang baru lulus kuliah, setelah melalui ujian beruntun berhasil menyisihkan ratusan pesaing lain. Dia terpilih mendapatkan posisi pramugari.
Ibu tersenyum penuh kegembiraan, berulang menganggukkan kepala. Mungkin kakak beradik dalam usia tua ini memiliki empati dan merasakan kebanggaan bersama. Suami bibi telah meninggal karena sakit pada usia produktif. Bibi menjanda selama tiga puluh tahun, seorang diri membesarkan tiga anaknya hingga dewasa, dapat dikatakan telah merasakan pahit getirnya hidup.
Separuh hidupnya bekerja keras, memotivasi diri dan hidup berhemat dalam menopang rumah tangganya. Dengan susah payah membesarkan anak-anaknya, hingga akhirnya mereka bisa membina keluarga sendiri.
Sekarang pahit getir hidup sudah berlalu datanglah kenikmatan hidup. Anak cucu yang penuh rasa bakti, hidup mengitarinya, bersama menikmati kebahagiaan keluarga tersebut. Ini kebahagiaan dunia yang tertinggi, sukacita yang datang pada usia senja, bernilai sempurna, bersedia berkorban dan penuh dedikasi juga merupakan kebahagiaan.
Minggu pagi, kami mencuci mobil di halaman rumput, berjumpa dengan pasangan tetangga yang baru pulang dari bepergian. Setelah saling menyapa, mereka mengatakan setelah pergi mendaki gunung dan berolahraga, aliran darah terasa lebih lancar, seluruh tubuh serasa lebih nyaman, sehingga sangat menganjurkan untuk sering berolahraga saat ada kesempatan.
Melihat wajah mereka yang berseri-seri dan energik, pantas menjadi promotor olahraga. Terkenang, mereka berdua sudah berusia 50 tahun lebih merupakan pasangan yang dulunya sering bertengkar. Pada usia 18 tahun sang pemuda sudah berpacaran dengan pasangannya yang lebih tua dan kemudian segera menikah. Mereka telah mengalami banyak suka duka berumah tangga.
Sang suami selalu impulsif, mudah marah, untungnya sang istri selalu bersikap lembut, toleran, dan sekarang karirnya cukup sukses. Kini mereka telah menjadi kakek dan nenek, meskipun terkadang masih terdengar kekasaran sang suami, tapi reaksi istrinya selama puluhan tahun ini tetap sama, tanpa kebencian juga tidak ada penyesalan, bersedia mengalah untuk kepentingan bersama, juga merupakan kebahagiaan.